Boo

Kami berdiri untuk cinta.

© 2024 Boo Enterprises, Inc.

Heressiah
Heressiah

4b

INTP

Capricorn

9
1

Carnival of Dreams Chapter II. Aeons of Grief

"We are nothing more than a spec of cosmic dust given sentience for a glimpse of a time"  Saat manusia pertama terlelap dalam tidurnya, mimpi itu pula yang merajut ikatan antara Noosphere manusia dengan akar dan ranting Pohon itu. Pohon yang menopang mimpi dan alam bawah sadar dari ratusan peradaban, pohon yang menaungi peradaban runtuh lain yang tak terhitung jumlah nya sejak awal dari penciptaan. Pohon itu pula yang menuntun dia yang keluar dari kelamnya alam dibawah akar, satu satu nya entitas yang menarik dia yang hampir tenggelam kedalam ketidaan.  Entah berapa lama dia telah mengarungi alam diantara akar dan ranting, alam tempat dia kini berada terasa tidak terikat dengan waktu setelah ikatan nya terputus kala itu. Ranting dan akar yang dulu selalu riuh ramai dengan sosok yang familiar dengan nya kini telah runtuh ke alam persimpangan, alam dimana seluruh entitas hasil mimpi mahkluk berakal menunggu untuk terlupakan dan hilang selama nyaMungkin naluriah kaum nya yang menjadi sebab dari kepunahan mereka sendiri, dia masih ingat dengan konflik, kekerasan, keserakahan, dan ketidak pedulian yang kaum nya lakukan. Namun dia juga tidak bisa memungkiri rasa sakit yang merobek jiwa nya, sepercik kebencian menelan ribuan jiwa yang tidak berdosa tanpa ada nya kesempatan kedua, tanpa ada juru selamat yang dijanjikan.  Entah berapa lama dia telah mengarungi alam diantara akar dan ranting, alam tempat dia kini berada terasa tidak terikat dengan waktu setelah ikatan nya terputus kala itu. Ranting dan akar yang dulu selalu riuh ramai dengan sosok yang familiar dengan nya kini telah runtuh ke alam persimpangan, alam dimana seluruh entitas hasil mimpi mahkluk berakal menunggu untuk terlupakan dan hilang selama nyaMungkin naluri kaum nya yang menjadi sebab dari kepunahan mereka sendiri, dia masih ingat dengan konflik, kekerasan, keserakahan, dan ketidak pedulian yang kaum nya lakukan. Namun dia juga tidak bisa memungkiri rasa sakit yang merobek jiwa nya, sepercik kebencian menelan ribuan jiwa yang tidak berdosa tanpa ada nya kesempatan kedua, tanpa ada juru selamat yang dijanjikan. Ratusan ranting lain jatuh dari berbagai penjuru pohon yang megah itu. Dia yang kini menjadi yang terakhir dari kaum nya hanya bisa termenung semenjak ranting yang selalu dia tunggu runtuh. Pundak nya terasa berat menanggung tanggung jawab sebagai satu satu nya pengingat agar entitas dari mimpi yang kaumnya hasilkan tidak hilang untuk selamanya. Setidak nya dia masih bisa memberi kesempatan untuk mereka yang dilupakan.  Kini hanya dua ranting dan akar yang sehat dalam naungan pohon itu, lainnya hanya kuncup samar yang belum mekar mungkin dalam waktu yang lama. Dia yang menjadi pengingat bagi mereka yang telah terlupakan merasakan sesuatu yang telah lama hilang dari dalam dirinya. Rasa ingin tahu membawanya menuju ke salah satu ranting itu.  Dia yang kini sendiri menyaksikan peradaban itu tumbuh, tidak jauh berbeda dengan sejarah dan perkembangan kaumnya dahulu. Dari zaman meracik dan meramu sampai ke revolusi industri, atau setidaknya sesuatu yang mendekati itu. Dia pun melihat beberapa sosok yang sesekali mengintip dari ranting itu, namun tidak pernah cukup lama untuk bertegur sapa dengan nya. Dia bahkan tidak sempat melihat sosok sesungguhnya dari spesies ini, namun dia cukup yakin bahwa spesies ini setidaknya bipedal dan memiliki beberapa fitur yang sama seperti kaumnya terdahulu.  Mereka yang mengintip untuk sesaat menarik perhatian bukan hanya dia yang menyaksikan dari jauh. Beberapa entitas dari alam persimpangan pun menyadari mereka, hal ini disadari oleh dia yang terenggut ikatan nya. Dia tahu persis masih ada sesuatu yang mencoba untuk mengambil alih ikatan mereka yang berkunjung. Hal yang dia alami saat itu bukan lah yang pertama, namun dia berjanji agar apa yang dia alami menjadi yang terakhir.  Pohon itu sudah sejak lama mengetahui bahwa beberapa asuhan nya mengotori alam nyata, merusak keseimbangan antara kesadaran dan bawah sadar. Namun pohon itu hanya bisa terdiam, tugas nya hanya untuk menjaga mereka yang terlupakan saat mimpi berakhir sampai tidak ada yang ingat akan keberadaan mereka.  Saat itu dia yang kini tertunduk dihadapan pohon kehidupan memohon kepada pohon itu. Memohon agar pohon kehidupan memberinya kesempatan untuk menjaga mereka yang berkunjung, memohon agar tidak ada lagi yang menerima nasib sepertinya. Cukup hanya dia yang merasakan kesendirian dalam ribuan siklus gugur nya ranting dan akar pohon itu. Cukup hanya dia yang melihat tubuh nya digunakan untuk tindakan paling tidak manusiawi oleh entitas yang tidak memiliki landasan moral atau pun emosi. Cukup hanya dia yang yang terlupakan dalam keabadian.  Dengan kesepakatan antara pohon kehidupan dengan dia yang akhirnya memiliki tujuan, kini dia diberi sebuah ruangan atau lebih tepat nya sebuah lapangan  yang hijau sejauh mata memandang. Tempat ini menghubungkan antara ruangan mereka yang bekunjung dengan hamparan alam bawah sadar, dengan harapan dia bisa menjaga pengunjung dari mereka yang mencoba untuk mengambil alih. Dia begitu bersemangat untuk berjumpa dengan pengunjung dari alam sana, begitu banyak pertanyaan yang ingin dia sampaikan, begitu banyak nya sampai dia hampir lepas kendali akan tawa nya. Seketika dia tersadar dengan penampilan nya, sosok yang begitu dia benci, sosok yang merenggut segalanya, personifikasi dari semua yang dia benci dari dirinya sendiri. Namun dengan seketika dia kembali bangkit dan memastikan dirinya dalam penampilan terbaik, dia tidak ingin membuat kesan pertama yang buruk. Dia juga memastikan agar tidak ada satupun entitas alam persimpangan menerobos kedalam wilayahnya.  Dia yang berdiri tegak di padang rumput itu hanya bisa menunggu, entah itu datang nya pengunjung atau pun sesuatu yang mencoba menerobos. Namun hanya ada dia dan padang rumput yang hening itu, sesekali dia merasakan kehadiran sesaat di ruangan jauh sana. "Mungkin akan lebih baik jika mereka tidak pernah menyadari alam ini ada" tersirat dalam fikiran nya. Sampai saat ranting itu runtuh dia akan selalu disana, berharap akan sesuatu yang dia sendiri tidak yakin. Mungkin suatu saat nanti dia akan lupa dengan rasanya sepi, mungkin suatu saat nanti dia bisa bertukar cerita, melepaskan semua keluh kesah yang dia pendam selama ini, sampai saat itu tiba dia hanya bisa menunggu di padang rumput itu.

3

0

Komentar

Writing Komunitas

Komunitas writing, obrolan, dan diskusi.

GABUNG SEKARANG

749 rb JIWA

terbaik
baru

Belum ada komentar!

Bertemu Orang Baru

20.000.000+ UNDUHAN

GABUNG SEKARANG